![]() |
the old man |
Cerita ini bukan dengan maksud apapun, membanggakan diri, atau sejenisnya. Cerita ini Aku tulis sebagai bentuk refleksi diri bahwa kita semua bisa belajar dari berbagai hal kecil dalam kehidupan ini.
Sejujurnya, ketika Aku menulis sebuah narasi di blog, media online, atau dimanapun biasanya Aku menulis, ada perjuangan keras untuk itu. Memutar otak sampai rasanya pusing sendiri, coba-coba flashback ke masa lalu, cari-cari waktu ditengah-tengah sibuknya minggu, hanya demi sebuah ide dan rangkaian kata-kata yang kuharap bisa menjadi berkat dan obat orang-orang yang membutuhkanya. Kisah singkat ini kupersembahkan buat kamu-kamu semua yang pernah merasa ketolak sana-sini, merasa hidup bagai sampah, merasa gagal mulu, dan hampir putus asa.
Senang rasanya kalau sehabis datang di suatu acara lalu dapat makanan alias konsumsi. Entah bagaimana 'konsumsi' menjadi barang vital dalam sebuah event. Apalagi jika acara tersebut melibatkan peserta yang notabene manusia rakus dan nggak kenal kata kenyang meski sudah makan siang(baca ; mahasiswa). Pernah, nih Aku menghadiri acara yang nggak mikirin gimana nonjok-nya perut audience/peserta yang ada disana. Sudah acaranya lama, perut keroncongan, nggak dapat makan pula! Seandainya kursi sebelah bisa dicemil kayaknya udah habis, deh. Nggak salah kalau ada yang namanya divisi konsumsi di suatu acara. Asli, mereka berjasa.
Beberapa minggu lalu seorang sobat nge-whatshapp Aku.
Mau ikut acara **** ini, kah? Sambil nunggu.
Mumpung acaranya dekat dan gratis( maapkan misqueen), ya langsung Aku terima, dong ajakan si sobatku ini. Kulihat jadwalku juga kosong pas jam acara itu diadakan. Daripada nggak ada kerjaan berguna dan nggak menyerap apa-apa, bahasa Suroboyoan e : Yo langsung ae tak iyo i.
Seperti yang sudah kuduga, acaranya ini nggak akan mengecewakan. Kenapa? Ya, karena mengundang pihak pemerintah yang harusnya sudah diatur sedemikian rupa agar acara tidak gagal. Aku duduk nih sama si sobat. Dengerin. Tangkap ilmu. Dapet hadiah. Keluar. Dapet konsumsi. Melihat jam menunjukan pukul 14.00 dan belom makan, kuputuskan untuk pergi makan. Duduklah Aku di kursi dengan meja panjang tanpa si sobat( dia udah pulang). Mataku berkeliaran melihat cogan, maksudku kios-kios penjual makanan.
Aku baru ingat kalo Aku tadi dapet sekotak konsumsi yang berat banget. Isinya ternyata menarik. 3 buah kue basah dan sebotol air mineral berukuran mini. Singkat cerita, sekotak konsumsi itu tidak ku makan karena sudah kalap duluan sama nasi campur. Karena Aku bukan mahasiswa minimalis ya suka bawa dompet ada rantainya, otomatis bawaanku banyak banget. Sehari-hari pake tas ransel biar semua barang masuk. Kehadiran sekotak konsumsi yang belum termakan membuat beban bawaanku semakin berat, dong.
"Eh, mau kue nggak? Lumayan nih dapet dari acara masih utuh."Ditolak.
"Woy, mau makanan nggak? Kalo mau sini ke X."Ditolak juga.
"Laper, nggak? Nih Aku ada makanan. Aku rela kok ambil aja."D I T O L A K. Heran, deh. Nih manusia kalo udah kenyang sombong, kalo kelaparan kayak orang sakratul maut. Padahal sekotak konsumsi itu isinya bukan makanan murahan.
Singkat cerita Aku pulang dari kelas pada malam hari. Turunlah Aku di sebuah Halte dan nantinya orang tuaku bakal jemput disana. Seperti orang hendak minggat karena barang bawaan yang banyak, Aku duduk, deh di halte sambil nunggu jemputan datang. Disebelah kiriku ada dua orang ibu-ibu lagi bercakap-cakap rumpi. Sepertinya topiknya menarik (semoga nggak lagi nge-julid, ya). Mirip model videoklip yang lagi di halte-halte, tuh. Aku noleh kanan, kiri, depan, tarik nafas, hempuskan, ngemper. Gak deng.
Disebelah kanan terdapat seorang bapak tua yang duduk dibawah duduk membelakangiku. Meringkuk di bawah dengan pandangan yang tidak terdefinisikan. Sontak Aku ingat kalo sekotak konsumsiku masih utuh di dalam tas. Tanpa berpikir lama-lama kuberikan sekotak konsumsi tersebut kapada bapak tua yang duduk dibawah tersebut. Satu hal, bapak tersebut senang sekali! Di tengah dinginya malam, duduk sendiri di pinggir jalan raya yang ramai dengan lampu-lampu kendaraan, berteduh di bawah halte agar tidak kehujanan, dan tiba-tiba ada orang yang memberikan sekotak konsumsi untuk mengganjal perut ditengah keterbatasan untuk membeli makanan.
Hampir saja Aku menangis melihat reaksi bahagia bapak tua itu hanya karena dapat sekotak kue dan minum. Sekotak konsumsi yang Aku dapat boleh saja ditolak oleh banyak teman-temanku dan termasuk Aku sendiri. Namun ternyata sekotak konsumsi yang tertolak itu bisa menjadi kebahagian sederhana bagi orang lain yang lebih membutuhkan.
You should know if you're precious no matter how many times you've been rejected, failed, loss, and feeling down.