Gagal = Bekal

by - August 22, 2018


Aku tuh orangnya gampang down pada suatu case tertentu. Apalagi ketika udah memperjuangkan itu setengah hidup dan pada akhirnya harus menerima kenyataan bahwa gagal untuk kesekian kalinya. Sejak SD aku sudah beratus-ratus kali mengalami yang namanya gagal, jatuh, dan tertimpa tangga pula. Kayaknya ngenes banget, ya. Tapi kali ini aku nggak bohong, hal-hal seperti itu bener-bener bermanfaat untuk kehidupan kedepanya. 

Waktu SD kelas tiga aku goblok banget. Nilai ku hampir semuanya jelek. Yang bagus cuma pelajaran seni rupa. Itupun karena gurunya baik dan suka memuji gambar siswanya bagaimanapun wujudnya (mirip jenglot pun dibilang karya yang bagus). Beliau mengajarkanku arti munafik terutama memunafiki anak-anak. Yeapss kelas 3 intinya aku bego sebego-begonya. Bukan karena aku kurang vitamin otak, melainkan aku pemalas tingkat dewa. Dikelas cuma main sama temen dan jarang mendengarkan guru. Sampai akhirnya mama menawarkanku untuk mengulang kelas tiga tahun depan. 

"NGGAK MAU!!!!"   
 Ogah banget mengulang kegagalan. Aku lebih pilih lanjut daripada mengulang walau aku mengerti bahwa selama di kelas 3 nggak ada pelajaran yang nyangkut dikepalaku. Baca jam aja masih ngga bisa... bayangkan. Sampai di suatu sore aku dan mamaku lagi jalan-jalan di sekitar kompleks perumahanku. Kami berhenti didepan sebuah rumah sederhana yang didepanya ada banner MENERIMA LES PRIVAT ATAU KELOMPOK SD-SMA. Singkat cerita aku les di tempat itu mulai dari kelas 4 SD sampai lulus SMA. 

Untung aja aku naik kelas 4. Coba kalo nggak, kayaknya aku bakal tetep nggak bisa baca jam. Di kelas 4 aku cukup terkenal (woshhhhh...) sebagai anak yang nilainya langganan 100. Terutama untuk pelajaran IPS. Hampir semua nilai IPS ku 100 bro! Guru IPS ku juga senang sama aku karena aku suka tanya dan jago banget, lah masalah pelajaran IPS. Di kelas 4 jiwa kompetitifku bertumbuh dikarenakan ada teman sekelas yang pinter. Aku sudah bisa mikir bahwa aku harus bisa mengalahkan mereka. Aku juga bisa pinter. titik. Ku akhiri kelas 4 dengan bertahta di ranking 4. Meski nyaris, namun ranking 4 merupakan hasil dari kerja keras seorang bocah SD yang nilainya ancur waktu pas kelas 3. 

Kelas 5 aku lupa aku seperti apa. Kayaknya, sih bego tapi lebih terkontrol. Aku sudah bisa mengerti kapan harus belajar dan kapan harus main. 

Kelas 6 aku terkenal pinter lagi (woshhhh.... ) karena ada temen sekelas yang geniusnya minta ampun. Meski tetep rada bodo di pelajaran matematika, tapi danem UN Bahasa Indonesia tertinggi seangkatan hehehehe.. 

Lalu apa moral valuenya apa, sih?

Jadi gini, kadang gagal itu merupakan sebuah bekal yang mahal daripada kesuksesan sebelumnya. Meski gagal bukanlah tujuan yang hendak diraih, namun malah kegagalan adalah bahan bakar terbaik untuk membantu kita melesat jauh. Nggak ada, kan orang yang bercita-cita untuk gagal di hidupnya? Aku, sih nggak pernah bercita-cita untuk gagal. Pernahnya bercita-cita jadi pembantu. Sudah sejak kecil aku menerima hal-hal berbau gagal yang nggak pernah aku harapkan. Tapi sekarang aku sudah jadi mahasiswa 2 minggu dan merasakan bahwa semua hal yang telah terjadi bertahun-tahun yang lalu merupakan bekal yang bener-bener berharga buatku hari ini. Dan mungkin untuk kedepanya. So, jangan takut gagal, guys! Takutlah ketika kamu nggak pernah mencoba banyak hal karena takut gagal. 

Met mlm. 

You May Also Like

2 comments

  1. Boleh juga tuh tempat les privatnya! :3 wkwkw bagus sharingnya!

    ReplyDelete

Instagram